Oleh
: Umi Sholehah
Islam adalah agama yang universal atau menyeluruh dan memberikan pedoman bagi
segala permasalahan manusia di dunia. Tujuannya ialah agar manusia mendapatkan
kebahagiaan hidup baik lahir maupun batin. Kebahagiaan itu akan tercapai dengan
cara meningkatkan kualitas pendidikan. Selain itu, pendidikan juga
digunakan sebagai kunci untuk membuka
gerbang ke kehidupan di zaman modern. Sehingga modernisai juga menjadi tujuan
dari Islam. Akan tetapi tujuan tersebut juga harus sesuai dengan tolak ukur
yang ada di Agama Islam. Oleh sebab itu, Agama Islam sudah memiliki formulasi
dalam menangani sebuah permasalahan, terutama dalam bidang pendidikan.
Perhatian dan pemikiran terhadap masalah pendidikan selalu muncul
sepanjang zaman karena pada hakikatnya menurut John Dewey pendidikan adalah
kebutuhan dasar hidup manusia (a
necessity of life). Hal tersebut dirasa penting karena semakin banyak dan
ruwetnya permasalahan di dunia ini mengenai kehidupan yang berkaitan dengan
kebahagiaan dan kesejahteraan.
Menurut H.A.R. Tilaar dalam bukunya yang berjudul Paradigma Baru
Pendidikan Nasional mengemukakan dalam rangka untuk mewujudkan suatu kehidupan
di dunia yang lebih baik dan bahagia, lahirlah apa yang disebut teori
pemberantasan kemiskinan melalui pemutusan lingkaran setan yang menyebabkan
kemiskinan absolut. Salah satu faktor lingkaran setan itu ialah rendahnya
tingkat pendidikan. Sehingga lahir gerakan dunia yang disebut education for all yaitu pendidikan sejatinya telah menjadi
kebutuhan pokok (basic needs) di
dalam kehidupan manusia.
Persoalan pendidikan pada hakikatnya merupakan persoalan yang berkaitan
langsung dengan kehidupan manusia yang mengalami perubahan dan perkembangan
zaman. Ekses atau dampak dari perubahan dan perkembangan zaman seperti kemajuan
ilmu pengetahuan teknologi, diskursus-diskursus dan kajian mengenai konsep
pendidikan tetap menarik untuk dikaji.
Dalam dunia Islam juga muncul isu-isu mengenai krisis pendidikan serta
problem lainnya dengan sangat mendasar menuntut suatu pemecahan berupa
terwujudnya suatu sistem pendidikan yang didasarkan atas konsep Islam. Dalam
hal ini, banyak tokoh- tokoh pendidikan muslim yang telah berusaha menyusun
konsep pendidikan menurut keyakinan mereka sudah dapat dikatakan relevan dengan
tuntutan umat manusia dan perkembangan masa kini.
Syed Naquib al-Attas merupakan seorang pemikir muslim yang concern terhadap pendidikan. Dalam karya
monumentalnya The Concept of Eduction In
Islam : A framework for an Islamic Philosophy of Education, dan dalam
Konferensi Dunia Pertama dan Kedua tentang Pendidikan Islam di Mekkah dan
Islamabad, al-Attas mencetuskan dan menawarkan bahwa konsep atau istilah yang
tepat dan benar, dan relevan untuk pendidikan ialah konsep ta’dib, bukan ta’lim, dan
tarbiyah atau konsep lainnya. Karena menurutnya konsep tarbiyah hanya menekankan dan menyinggung aspek fisikal dan
emosional manusia (karena proses tarbiyah
ini berlaku tidak hanya untuk manusia, tetapi berlaku untuk hewan dan
tumbuh-tumbuhan. Sedangkan konsep ta’lim secara
umum hanya menekankan pada transfer of
knowldege dan pengajaran.
Pemikiran Naquib al-Attas dalam bidang pendidikan didasarkan pada
keprihatinannya terhadap penyempitan makna istilah-istilah ilmiah Islam yang
disebabkan oleh upaya westernisasi, mitologisasi, pemasukan hal-hal yang magis
(ghaib) dan sekularisasi. Sebagai jawaban untuk menanggulangi distorsi atau
mengembalikannya pada proporsi yang sebenarnya, maka al-Attas memperkenalkan
dan mengemukakakan proses dewesternisasi dan Islamisasi sebagai langkah awal
pembangunan paradigma Islam Kontemporer. Yang dimaksud dengan dewesternisasi
adalah pembersihan Islam dari westernisasi. Jika westernisasi dipandang sebagai
pembaratan atau mengadaptasi, meniru atau mengambil alih gaya hidup barat, maka
dewesternisasi dipahami sebagai upaya penglepasan sesuatu dari proses
pembaratan atau dengan kata lain memurnikan sesuatu dari pengaruh barat. Dari
pandangan al-Attas dewesternisasi adalah proses mengenal, memisahkan ,dan
mengasingkan unsur-unsur sekuler (substansi, roh, watak, dan kepribadian
kebudayaan serta peradaban barat) dari tubuh pengetahuan yang akan mengubah
bentuk-bentuk, nilai-nilai dan tafsiran konseptual isi pengetahuan seperti yang
disajikan sekarang.
Menilik pada permasalahan diatas, Naquib al-Attas menyoroti persoalan
pengetahuan yang perlu dirubah menggunakan nalar-nalar berbasis keislaman atau
yang disebut Islamisasi pengetahuan. Dalam hal ini al-Attas menginginkan agar
ilmu pengatahuan islam terbebas dari unsur-unsur dan konsep-konsep pengetahuan
barat. Islam versi al-Attas yaitu menolak semua hal yang datang dari
sekularisasi maupun sekulerisme. Bukan hanya tidak boleh menggunakan istilah
‘Sekularisme Islam’,’Sosisalisme Islam’, ‘Kapitalisme Islam’.
Islamisasi pengetahuan yang ditawarkan oleh al-Attas ialah “proses
pembebasan dari dua hal secara urut : pertama,
magis, mitologis, animistis, dan nasional-kultural; kedua, pengendalian ilmu-ilmu sekuler terhadap nalar dan bahasannya.”
Al-Attas lebih menitik beratkan kajiannya pada pembebasan manusia dari
pengendalian-pengendalian ilmu-ilmu sekuler – modern. Pilihan pada ilmu-ilmu
sekuler -modern itu didasarkan pada keyakinan bahwa pengetahuan manusia modern
telah dicelupi pengetahuan yang lahir dari watak dan kepribadian kebudayaan dan
peradaban barat, serta dimuati dengan semangat dan diarahkan kepada tujuan
ideologisnya.
Dalam pandangan al-Attas proses islamisasi pengetahuan tidak akan
berhasil dengan cara menerima pengetahuan barat. Baik dari segi pencangkokan
maupun transplantasi ilmu pengetahuan. Al-Attas menilai hal tersebut tidak akan
dapat memberikan hasil yang diinginkan untuk islamisasi pengetahuan jika di
dalam tubuhnya telah ada unsur-unsur asing.
Oleh sebab itu, al-Attas mengharuskan untuk mengenali unsur-unsur asing
yang ada di tubuh ilmu pengetahuan, yang kemudian diasingkan dan dipisahkan.
Sebab, unsur-unsur itu dinilai al-Attas tidak menggambarkan isi pengetahuan
yang sejati. Setelah itu, mengubah bentuk-bentuk, nilai-nilai dan tafsiran
konseptual isi pengetahuan seperti mengubah rumusannya serta sistem pengembangan
dan penyebaran pengetahuan dalam lembaga-lembaga pengajaran dan pendidikan
Islam. Setelah proses penyisihan itu semua, kita harus merumuskan dan
memadukannya dengan unsur-unsur Islam yang esensial serta konsep-konsep kunci
Islam, sehingga menghasilkan suatu komposisi yang akan merangkum pengetahuan
inti yang kemudian dikembangkan dalam sistem pendidikan. Di antara konsep dasar
Islam yang sejatinya dimasukkan ke dalam tubuh ilmu pengetahuan itu adalah
konsep din, manusia, ilmu, keadilan, amal yang benar, dan semua istilah serta
konsep yang berhubungan dengan semua itu.
Jika direlevansikan dengan konsep pengajaran dan pendidikan Islam
menurut Naquib al-Attas yang menolak westernisasi dan konsep -konsep pengetahuan
barat, dapat dikatakan bahwa konsep ini tidak relevan bahkan tidak laku jika
diterapkan dalam dunia pendidikan di Indonesia. Seiring berkembangnya zaman
modern yang lebih maju, maka pendidikan Islam pun turut ikut serta dalam
memperlajari ilmu-ilmu modern. Menurut penulis dalam mempelajari ilmu-ilmu dari
barat pun tetap tidak boleh meninggalkan nilai-nilai, norma-norma yang terkandung
dalam syariat Islam. Sehingga semuanya bisa berjalan beriringan.
HAR Tilaar dalam bukunya menjelaskan bahwa dalam menjawab tantangan
zaman masyarakat perlu memiliki sikap inovatif, kreatif dan mau menanggung risiko
yang terakumulasi. Lebih lanjut HAR Tilaar menjelaskan bahwa hanya bangsa yang
inovatif yang dapat memetik makna dari kehidupan global. Sebaliknya
mementingkan hafalan, mengisi ujian multiple
choice, menghafal rumus-rumus yang ruwet tetapi tidak inovatif maka dia
tidak dapat bersaing.
Mengenai konsep pendidikan H.A.R Tilaar juga meredefinisi bahwa
pendidikan bukan hanya menjadikan manusia itu berbeda dengan binatang yang
dapat makan, minum, berpakaian, dan mempunyai tempat tinggal, tetapi juga merupakan
suatu proses humanisasi, atau proses pemanusiaan seseorang. Hal ini berarti
inti pendidikan ialah memiliki dan melaksanakan nilai-nilai kemanusaiaan yang
berlaku di dalam kehidupan keluarga dan masyarakat. Nilai-nilai tersebut
dikembangakan dalam lingkungan keluarga dan masyrakat yang berbudaya. Sehingga
yang kita perlukan bukan educated human
being but educated and civilized human being yaitu manusia yang cerdas dan
beradab. Lebih dari itu H.A.R. Tilaar juga menyebutkan dalam konsep pendidikan
modern saat ini tidak hanya berkutat pada pengembangan IPTEK saja namun juga
nilai-nilai kemanusiaan atau norma-norma kehidupan pun ditegakkan.
Adapun hal yang relevan pada konsep pendidikan ala Naquib al-Attas ialah
lebih menekankan pada penanaman adab pada diri manusia dalam proses pendidikan.
Yakni suatu pengenalan dan penyadaran diri manusia akan posisinya dalam tataran
kosmik. Penekanan pada segi adab oleh Naquib al-Attas dimaksudkan agar setiap
manusia yang memiliki ilmu pengetahuan hendaknya menggunakan atau mengamalkan
ilmu yang sudah diperoleh secara baik dan tidak disalahgunkan secara bebas oleh
pemilik ilmu. Sebab ilmu tidak bebas nilai namun ilmu sarat nilai, yakni
nilai-nilai islami yang mengharuskan pemiliknya untuk mengamalkannya demi
kemaslahatan bersama.
Hal tersebut tentunya yang harus ditanamkan pada setiap peserta didik
mengenai adab pada diri seseorang dalam proses pendidikan. Sehingga peserta
didik akan menghargai ilmu yang ia punya dan menggunakannya demi kemaslahatan
bersama. Tidak sembrono dalam berujar, memiliki etika, jujur, serta dapat mempertanggung
jawabkan segala perbuatan dan perkataannya. Penulis pun setuju bahwa saat ini
adab menjadi salah satu hal terpenting dalam melaksanakan kehidupan yang damai
dan sejahtera.
Daftar Bacaan Penulis :
Kurniawan, Syamsul dan Erwin Mahrus. 2013. Jejak Pemikiran Tokoh Pendidikan Islam. Jogjakarta
: Ar-Ruzz Media.
Muhammad
Iqbal, Abu. 2015. Pemikiran Pendidikan
Islam. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
Nata,
Abuddin.2013. Pemikiran Pendidikan Islam dan Barat. Jakarta : Rajawali Pers.
Rahman, Mustofa dalam Abu Muhammad Iqbal, 2015.Pemikiran Pendidikan Islam, Yogyakarta :
Pustaka Pelajar.
Sanusi, al-Attas’
Philosophy Of Islamic Education, Journal
Conference Proceedings – ARICIS.
Tilaar,
H.A.R. 2010. Paradigma Baru Pendidikan
Nasional,Jakarta : Rineka Cipta.
Wijaya, Aksin. 2014. Satu Islam Ragam Epistemologi Dari Epistemologi Teosentrisme ke
Antroposentrisme.
Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
Tulisan bagus
BalasHapusTerimakasih :)
Hapus