Langsung ke konten utama

Pemikiran Muhammad Naquib al- Attas tentang Pendidikan dan Relevansinya dengan Dunia Modern

Oleh : Umi Sholehah
Islam adalah agama yang universal  atau menyeluruh dan memberikan pedoman bagi segala permasalahan manusia di dunia. Tujuannya ialah agar manusia mendapatkan kebahagiaan hidup baik lahir maupun batin. Kebahagiaan itu akan tercapai dengan cara meningkatkan kualitas pendidikan. Selain itu, pendidikan juga digunakan  sebagai kunci untuk membuka gerbang ke kehidupan di zaman modern. Sehingga modernisai juga menjadi tujuan dari Islam. Akan tetapi tujuan tersebut juga harus sesuai dengan tolak ukur yang ada di Agama Islam. Oleh sebab itu, Agama Islam sudah memiliki formulasi dalam menangani sebuah permasalahan, terutama dalam bidang pendidikan.
Perhatian dan pemikiran terhadap masalah pendidikan selalu muncul sepanjang zaman karena pada hakikatnya menurut John Dewey pendidikan adalah kebutuhan dasar hidup manusia (a necessity of life). Hal tersebut dirasa penting karena semakin banyak dan ruwetnya permasalahan di dunia ini mengenai kehidupan yang berkaitan dengan kebahagiaan dan kesejahteraan.
Menurut H.A.R. Tilaar dalam bukunya yang berjudul Paradigma Baru Pendidikan Nasional mengemukakan dalam rangka untuk mewujudkan suatu kehidupan di dunia yang lebih baik dan bahagia, lahirlah apa yang disebut teori pemberantasan kemiskinan melalui pemutusan lingkaran setan yang menyebabkan kemiskinan absolut. Salah satu faktor lingkaran setan itu ialah rendahnya tingkat pendidikan. Sehingga lahir gerakan dunia yang disebut education for all  yaitu pendidikan sejatinya telah menjadi kebutuhan pokok (basic needs) di dalam kehidupan manusia.
Persoalan pendidikan pada hakikatnya merupakan persoalan yang berkaitan langsung dengan kehidupan manusia yang mengalami perubahan dan perkembangan zaman. Ekses atau dampak dari perubahan dan perkembangan zaman seperti kemajuan ilmu pengetahuan teknologi, diskursus-diskursus dan kajian mengenai konsep pendidikan tetap menarik untuk dikaji.
Dalam dunia Islam juga muncul isu-isu mengenai krisis pendidikan serta problem lainnya dengan sangat mendasar menuntut suatu pemecahan berupa terwujudnya suatu sistem pendidikan yang didasarkan atas konsep Islam. Dalam hal ini, banyak tokoh- tokoh pendidikan muslim yang telah berusaha menyusun konsep pendidikan menurut keyakinan mereka sudah dapat dikatakan relevan dengan tuntutan umat manusia dan perkembangan masa kini.
Syed Naquib al-Attas merupakan seorang pemikir muslim yang concern terhadap pendidikan. Dalam karya monumentalnya The Concept of Eduction In Islam : A framework for an Islamic Philosophy of Education, dan dalam Konferensi Dunia Pertama dan Kedua tentang Pendidikan Islam di Mekkah dan Islamabad, al-Attas mencetuskan dan menawarkan bahwa konsep atau istilah yang tepat dan benar, dan relevan untuk pendidikan ialah konsep ta’dib, bukan ta’lim, dan tarbiyah atau konsep lainnya. Karena menurutnya konsep tarbiyah hanya menekankan dan menyinggung aspek fisikal dan emosional manusia (karena proses tarbiyah ini berlaku tidak hanya untuk manusia, tetapi berlaku untuk hewan dan tumbuh-tumbuhan. Sedangkan konsep ta’lim secara umum hanya menekankan pada transfer of knowldege  dan pengajaran.
Pemikiran Naquib al-Attas dalam bidang pendidikan didasarkan pada keprihatinannya terhadap penyempitan makna istilah-istilah ilmiah Islam yang disebabkan oleh upaya westernisasi, mitologisasi, pemasukan hal-hal yang magis (ghaib) dan sekularisasi. Sebagai jawaban untuk menanggulangi distorsi atau mengembalikannya pada proporsi yang sebenarnya, maka al-Attas memperkenalkan dan mengemukakakan proses dewesternisasi dan Islamisasi sebagai langkah awal pembangunan paradigma Islam Kontemporer. Yang dimaksud dengan dewesternisasi adalah pembersihan Islam dari westernisasi. Jika westernisasi dipandang sebagai pembaratan atau mengadaptasi, meniru atau mengambil alih gaya hidup barat, maka dewesternisasi dipahami sebagai upaya penglepasan sesuatu dari proses pembaratan atau dengan kata lain memurnikan sesuatu dari pengaruh barat. Dari pandangan al-Attas dewesternisasi adalah proses mengenal, memisahkan ,dan mengasingkan unsur-unsur sekuler (substansi, roh, watak, dan kepribadian kebudayaan serta peradaban barat) dari tubuh pengetahuan yang akan mengubah bentuk-bentuk, nilai-nilai dan tafsiran konseptual isi pengetahuan seperti yang disajikan sekarang.
Menilik pada permasalahan diatas, Naquib al-Attas menyoroti persoalan pengetahuan yang perlu dirubah menggunakan nalar-nalar berbasis keislaman atau yang disebut Islamisasi pengetahuan. Dalam hal ini al-Attas menginginkan agar ilmu pengatahuan islam terbebas dari unsur-unsur dan konsep-konsep pengetahuan barat. Islam versi al-Attas yaitu menolak semua hal yang datang dari sekularisasi maupun sekulerisme. Bukan hanya tidak boleh menggunakan istilah ‘Sekularisme Islam’,’Sosisalisme Islam’, ‘Kapitalisme Islam’.
Islamisasi pengetahuan yang ditawarkan oleh al-Attas ialah “proses pembebasan dari dua hal secara urut : pertama, magis, mitologis, animistis, dan nasional-kultural; kedua, pengendalian ilmu-ilmu sekuler terhadap nalar dan bahasannya.” Al-Attas lebih menitik beratkan kajiannya pada pembebasan manusia dari pengendalian-pengendalian ilmu-ilmu sekuler – modern. Pilihan pada ilmu-ilmu sekuler -modern itu didasarkan pada keyakinan bahwa pengetahuan manusia modern telah dicelupi pengetahuan yang lahir dari watak dan kepribadian kebudayaan dan peradaban barat, serta dimuati dengan semangat dan diarahkan kepada tujuan ideologisnya.  
Dalam pandangan al-Attas proses islamisasi pengetahuan tidak akan berhasil dengan cara menerima pengetahuan barat. Baik dari segi pencangkokan maupun transplantasi ilmu pengetahuan. Al-Attas menilai hal tersebut tidak akan dapat memberikan hasil yang diinginkan untuk islamisasi pengetahuan jika di dalam tubuhnya telah ada unsur-unsur asing.
Oleh sebab itu, al-Attas mengharuskan untuk mengenali unsur-unsur asing yang ada di tubuh ilmu pengetahuan, yang kemudian diasingkan dan dipisahkan. Sebab, unsur-unsur itu dinilai al-Attas tidak menggambarkan isi pengetahuan yang sejati. Setelah itu, mengubah bentuk-bentuk, nilai-nilai dan tafsiran konseptual isi pengetahuan seperti mengubah rumusannya serta sistem pengembangan dan penyebaran pengetahuan dalam lembaga-lembaga pengajaran dan pendidikan Islam. Setelah proses penyisihan itu semua, kita harus merumuskan dan memadukannya dengan unsur-unsur Islam yang esensial serta konsep-konsep kunci Islam, sehingga menghasilkan suatu komposisi yang akan merangkum pengetahuan inti yang kemudian dikembangkan dalam sistem pendidikan. Di antara konsep dasar Islam yang sejatinya dimasukkan ke dalam tubuh ilmu pengetahuan itu adalah konsep din, manusia, ilmu, keadilan, amal yang benar, dan semua istilah serta konsep yang berhubungan dengan semua itu.
Jika direlevansikan dengan konsep pengajaran dan pendidikan Islam menurut Naquib al-Attas yang menolak westernisasi dan konsep -konsep pengetahuan barat, dapat dikatakan bahwa konsep ini tidak relevan bahkan tidak laku jika diterapkan dalam dunia pendidikan di Indonesia. Seiring berkembangnya zaman modern yang lebih maju, maka pendidikan Islam pun turut ikut serta dalam memperlajari ilmu-ilmu modern. Menurut penulis dalam mempelajari ilmu-ilmu dari barat pun tetap tidak boleh meninggalkan nilai-nilai, norma-norma yang terkandung dalam syariat Islam. Sehingga semuanya bisa berjalan beriringan.
HAR Tilaar dalam bukunya menjelaskan bahwa dalam menjawab tantangan zaman masyarakat perlu memiliki sikap inovatif, kreatif dan mau menanggung risiko yang terakumulasi. Lebih lanjut HAR Tilaar menjelaskan bahwa hanya bangsa yang inovatif yang dapat memetik makna dari kehidupan global. Sebaliknya mementingkan hafalan, mengisi ujian multiple choice, menghafal rumus-rumus yang ruwet tetapi tidak inovatif maka dia tidak dapat bersaing.
Mengenai konsep pendidikan H.A.R Tilaar juga meredefinisi bahwa pendidikan bukan hanya menjadikan manusia itu berbeda dengan binatang yang dapat makan, minum, berpakaian, dan mempunyai tempat tinggal, tetapi juga merupakan suatu proses humanisasi, atau proses pemanusiaan seseorang. Hal ini berarti inti pendidikan ialah memiliki dan melaksanakan nilai-nilai kemanusaiaan yang berlaku di dalam kehidupan keluarga dan masyarakat. Nilai-nilai tersebut dikembangakan dalam lingkungan keluarga dan masyrakat yang berbudaya. Sehingga yang kita perlukan bukan educated human being but educated and civilized human being yaitu manusia yang cerdas dan beradab. Lebih dari itu H.A.R. Tilaar juga menyebutkan dalam konsep pendidikan modern saat ini tidak hanya berkutat pada pengembangan IPTEK saja namun juga nilai-nilai kemanusiaan atau norma-norma kehidupan pun ditegakkan.
Adapun hal yang relevan pada konsep pendidikan ala Naquib al-Attas ialah lebih menekankan pada penanaman adab pada diri manusia dalam proses pendidikan. Yakni suatu pengenalan dan penyadaran diri manusia akan posisinya dalam tataran kosmik. Penekanan pada segi adab oleh Naquib al-Attas dimaksudkan agar setiap manusia yang memiliki ilmu pengetahuan hendaknya menggunakan atau mengamalkan ilmu yang sudah diperoleh secara baik dan tidak disalahgunkan secara bebas oleh pemilik ilmu. Sebab ilmu tidak bebas nilai namun ilmu sarat nilai, yakni nilai-nilai islami yang mengharuskan pemiliknya untuk mengamalkannya demi kemaslahatan bersama.
Hal tersebut tentunya yang harus ditanamkan pada setiap peserta didik mengenai adab pada diri seseorang dalam proses pendidikan. Sehingga peserta didik akan menghargai ilmu yang ia punya dan menggunakannya demi kemaslahatan bersama. Tidak sembrono dalam berujar, memiliki etika, jujur, serta dapat mempertanggung jawabkan segala perbuatan dan perkataannya. Penulis pun setuju bahwa saat ini adab menjadi salah satu hal terpenting dalam melaksanakan kehidupan yang damai dan sejahtera.  

Daftar Bacaan Penulis :

Kurniawan, Syamsul dan Erwin Mahrus. 2013. Jejak Pemikiran Tokoh Pendidikan Islam. Jogjakarta 
            : Ar-Ruzz Media.

Muhammad Iqbal, Abu. 2015. Pemikiran Pendidikan Islam. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.

Nata, Abuddin.2013. Pemikiran Pendidikan Islam dan Barat. Jakarta : Rajawali Pers.

Rahman, Mustofa dalam Abu Muhammad Iqbal, 2015.Pemikiran Pendidikan Islam, Yogyakarta : 
             Pustaka Pelajar.

Sanusi, al-Attas’ Philosophy Of Islamic Education, Journal  Conference Proceedings – ARICIS.

Tilaar, H.A.R. 2010. Paradigma Baru Pendidikan Nasional,Jakarta : Rineka Cipta.

Wijaya, Aksin. 2014. Satu Islam Ragam Epistemologi Dari Epistemologi Teosentrisme ke 
             Antroposentrisme. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.


Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

FIQH MUAMALAH (KONSEP MUDHARABAH, MUSAQAH, MUZARA'AH & MUKHABARAH SERTA HIWALAH)

BAB I PENDAHULUAN Allah Subhanallah Wata’ala telah menjadikan manusia masing-masing berhajat kepada yang lain, supaya mereka bertolong-tolongan, tukar-menukar keperluan, dalam segala urusan kepentingan hidup masing-masing, baik dengan jalan jual beli, sewa menyewa, bercocok tanam atau perusahaan dan lain-lain. Baik dalam urusan diri sendiri maupun untuk kemslahatan umum. Dengan cara demikian hidup mayarakat menjadi teatur dan subur serta pertalian yang satu dengan yang lain menjadi teguh. Akan tetapi oleh karena sifat tamak tetap ada pada manusia, suka mementingkan diri sendiri, agar supaya hak masing-masing jang sampai sia-sia dan juga menjaga kemslahatan umum, agar pertukaran dapat berjalan dengan lancar dan teratur, maka agama memberi peraturan yang sebaik-baiknya karena dengan teraturnya muamalah penghidupan manusia menjadi terjamin sebaik-baiknya, perbantahan dan dendam mendendam tidak akan terjadi. Nasehat lukmanul hakim pada anaknya. “ hai anakku berusahalah yntuk

Resensi Buku Pintar Cewek Juara

Buku Pintar Cewek Juara How   To   Win Competitions And Be a princess on your own Penulis : Zivanna Letisha Siregar Tebal Halaman   : xv + 203 halaman Penerbit : Gagas Media Do good and feel good. Be proud of whoever you are. Be proud of everything you do. Wear your invisible crown proudly. Because you are the one and only, the beautiful you. -zivanna Letisha/ zizi- Alur cerita dalam buku ini mengulas tentang sebuah pengalaman yang pernah dilewati oleh penulis.   Dalam buku ini, penulis menjabarkan strategi untuk bergelut dalam dunia kompetisi secara rinci mulai dari menapaki anak tangga pertama hingga akhirnya berhasil sebagai pemenang. Penulis yang memiliki pengalaman dibidang model yaitu pernah mendapatkan gelar   sebagai Putri   Indonesia pada tahun 2008 ini, menggunakan bahasa yang santai yang digunakan dalam kehidupan sehari- hari dalam menyampaikan ceritanya. Seperti kata ‘nulis’ dan juga banyak kata-kata yang menggunakan bahasa asing yang tidak semua

Aktualisasi Pendidikan Tafsir dan Pemasyarakatan Al-Qur’an Zaman Now

Oleh : Umi Sholehah  Al-Qur’an sejak diturunkan Allah melalui Rasul-Nya Muhammad saw yang berisikan pedoman untuk dijadikan petunjuk, baik untuk masyarakat yang hidup pada masa turunnya al-Qur’an maupun masyarakat sesudahnya hingga akhir zaman. Namun, hal yang perlu diingat ialah Al-Qur’an diturunkan bukan kepada masyarakat yang hampa atau kosong akan nilai, melainkan masyarakat yang sarat akan nilai sosial dan nilai budaya/kultural berikut dengan ikatan-ikatan primordial di masing-masingnya. Oleh karena itu, turunnya Al-Qur’an pun berhadapan langsung dengan nilai sosial dan kultural yang sudah mapan. Dalam hal ini Al-Qur’an harus menerobos batasan-batasan geografis dan demografis dengan segala implikasinya. Lebih lanjut Al-Qur’an pun harus mampu menembus lapisan-lapisan kultural dan sosial dengan segala keragaman dan keunikan yang ada. Tidak hanya itu dinamika sosial yang semakin berubah, terutama akumulasi prestasi dari ilmu pengetahuan dan teknologi modern, semakin menam