Langsung ke konten utama

Aktualisasi Pendidikan Tafsir dan Pemasyarakatan Al-Qur’an Zaman Now

Oleh : Umi Sholehah 


Al-Qur’an sejak diturunkan Allah melalui Rasul-Nya Muhammad saw yang berisikan pedoman untuk dijadikan petunjuk, baik untuk masyarakat yang hidup pada masa turunnya al-Qur’an maupun masyarakat sesudahnya hingga akhir zaman. Namun, hal yang perlu diingat ialah Al-Qur’an diturunkan bukan kepada masyarakat yang hampa atau kosong akan nilai, melainkan masyarakat yang sarat akan nilai sosial dan nilai budaya/kultural berikut dengan ikatan-ikatan primordial di masing-masingnya. Oleh karena itu, turunnya Al-Qur’an pun berhadapan langsung dengan nilai sosial dan kultural yang sudah mapan.
Dalam hal ini Al-Qur’an harus menerobos batasan-batasan geografis dan demografis dengan segala implikasinya. Lebih lanjut Al-Qur’an pun harus mampu menembus lapisan-lapisan kultural dan sosial dengan segala keragaman dan keunikan yang ada. Tidak hanya itu dinamika sosial yang semakin berubah, terutama akumulasi prestasi dari ilmu pengetahuan dan teknologi modern, semakin menambah kompleks permasalahan umat Islam, terutama ketika umat Islam memasuki era bio revolution atau bio engineering  yang dapat mengubah konsep kehidupan bermasyarakat yang sudah nyaman.
Kemajuan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) telah membawa kesadaran masyarakat tentang makna dan konsep-konsep kehidupan sosial. Sebagaimana diketahui, bahwa pada saat ini muncul kegelisahan dalam kehidupan bermasyrakat, seperti fenomena yang lebih mengedepankan sikap-sikap sekulerisme, hedonisme, individualisme, materialisme dan semacamnya. Bahkan saat ini banyak bermunculan kebencian yang disinyalir berasal dari penggunaan teknologi yang salah, sehingga oknum pengguna teknologi dengan mudah mengeluarkan kata-kata kasar atau ujaran kebencian. Lebih memprihatinkan lagi muncul gejala resistensi atau kebal di kalangan masyarakat terhadap pesan-pesan agama. Maka, timbul pertanyaan bagaimana cara yang harus diwujudkan dalam merespon dinamika sosial tersebut?
Umar Shihab dalam bukunya yang berjudul Kontekstualisasi Al-Qur’an Kajian Tematik Atas Ayat-ayat Hukum dalam Al-Qur’an memberikan dua alternatif dalam menjawab pertanyaan diatas : (a) rasa keagamaan yang kukuh tetap dipertahankan sambil mengungkapkannya secara populer (kontekstual) sesuai dengan nilai-nilai modern; atau (b) tetap tenggelam dalam rangkulan keyakinan agama (secara tekstual) yang beku dan kaku.
Berdasarkan alternatif diatas, penulis lebih memilih alternatif pertama dalam mengantisipasi problematika sosial diatas. Namun, konsekuensinya ialah harus ada perubahan-perubahan terhadap pola pikir dan cara pandang masyarakat secara mendasar. Masyarakat harus mulai membuka pola pikir dan menerima dalam menjalankan kehidupan yang modern tanpa meninggalkan nilai-nilai yang terkandung di dalam nash-nash Al-Qur’an.
Sejatinya, Al-Qur’an adalah pedoman umat manusia yang dijadikan petunjuk dalam menjalankan sistem-sistem sosial kemasyarakatan maupaun menjadi alat untuk antisipasi dampak negatif dari pemberlakuan sistem tersebut. Lebih dari itu Al-Qur’an senantiasa membuka diri dalam melakukan dialog-dialog kultural. Dialog dengan Al-Qur’an dijelaskan dalam Q.S. Muhammad 24 yang artinya apakah mereka tidak memperhatikan isi Al-Qur’an, ataukah hati mereka telah terkunci. Oleh karenaya Al-Qur’an bukanlah barang antik yang hanya disimpan bahkan disakralkan. Lebih dari itu, Al-Qur’an secara kultural dapat dihayati dan secara sosiologi dapat diamalkan ke dalam kehidupan sehari-hari.
Permasalahan utama yang dihadapi oleh umat Islam di Indonesia ialah bagaimana mengaktualisasikan ajaran Al-Qur’an dalam kehidupan sehari-hari. Banyaknya problematika bangsa di era modern-kontemporer saat ini seharusnya menjadi perhatian khusus. Mengingat banyaknya perpecahan dan tudingan-tudingan yang saling menyalahkan antar umat beragama bahkan antar umat muslimin. Sehingga, selayaknya dengan mengaktualisasikan Al-Qur’an dapat mengokohkan persatuan dan kesatuan bangsa, mengukuhkan keutuhan keluarga besar umat Islam di Indonesia.
Penyelesaian masalah tersebut, haruslah mendapatkan prioritas utama jika Al-Qur’an diharapkan dapat menyelesaikan kemelut persoalan yang sedang dihadapi oleh umat Islam. Maksudnya ialah kemana pun ajaran yang terdapat di dalam nash-nash Al-Qur’an dapat memberikan jawaban terhadap persolan dan tuntunan dari masa ke masa, baik dalam nilai batiniah ataupun duniawiah. Sehingga, ajaran Al-Qur’an sejalan dengan kebutuhan utama masyarakat.
Dalam konteks kemasyarakatan masa kini atau zaman now, mengaktualisasikan nilai-nilai yang terkandung di dalam Al-Qur’an tentu tidak terlepas dari ilmu tafsir Al-Qur’an itu sendiri. Ilmu tafsir ialah ilmu yang mengkaji mekanisme dan metodologi dalam menafsirkan, memahami, dan memaknai kandungan ayat-ayat Al-Qur’an. Dalam menafsirkan ayat-ayat Al-Qur’an tentu terdapat dua hal yang tidak dapat dipisahkan yaitu berkaitan dengan mufasir dan metodologi.
Pertama, perihal mufasir, sebelum melakukan penafsiran tentunya mufasir harus menguasai ilmu-ilmu yang dijadikan alat untuk menafsirkan Al-Qur’an, seperti ulumul qur’an dan cabang-cabangnya, Bahasa Arab, pengetahuan soal sejarah dan ilmu pendukung lainnya. Lebih dari itu seorang mufasir harus memiliki kepribadian baik yang telah selesai pada tataran pengamalan nilai-nilai Al-Qur’an  dan syariat Islam. Mufasir pun harus terhindar dari sikap dan sifat yang bertentangan dengan prinsip -prinsip dan ajaran dalam Islam atau menyimpang dari ketentuan syara’.
Kedua, perihal metodologis, dalam menghadapi dinamika sosial saat ini umat Islam pun perlu memperlajari dan memperkaya diri dengan berbagai pendekatan dalam memahami teks-teks di dalam Al-Qur’an. Memahami Al-Qur’an tidak hanya  menggunakan pendekatan teologis saja. Namun, juga harus dibarengi dan diimbangi dengan pendekatan lain seperti pendekatan sosilogis, psikologis, antropologis, historis, yuridis, geografis, demografis maupun pendekatan yang lainnya. Sehingga dalam menafsirkan ayat Al-Qur’an dengan tujuan memahami dan mengimplementasikannya harus didukung dengan beberapa metode diatas dengan catatan paradigma teologisnya harus kukuh , agar produk pemikiran tidak kehilangan keautentikan dan kesejatiannya.
Pengaktualisasian nilai-nilai Al-Qur’an melalui tafsirnya tentunya hanya orang-orang yang berilmulah yang dapat memaknainya secara utuh. Kemudian bagaimana dengan masyarakat yang kurang memahami ilmu tafsir Al-Qur’an? Tentunya pengajaran (pengajian) Al-Qur’an di Indonesia perlu ditingkatkan kembali di ranah pedesaan hingga perkotaan. Hal tersebut tentu sudah menjadi tugas daripada ulama dalam menyiarkan nilai-nilai yang tekandung dalam Al-Qur’an guna memperbaiki kehidupan bermasyarakat. Demikian halnya dengan menyiarkan nilai-nilai yang terkandung di dalam Al-Qur’an untuk kawula muda, kaum milenial atau kaum native IT guna memahami ayat-ayat Al-Qur’an. Tentu hal tersebut menggunakan cara dan pendekatan yang berbeda. Pendekatan yang lebih inklusif, lebih modern, serta lebih rasionalis untuk menyentuh hati mereka hingga menerapkan nilai-nilai tersebut.
Menurut Umar Shihab, masyarakat Qur’ani adalah masyarakat yang menghayati realitas sosiologi dan teologisnya secara seimbang. Apabila seseorang dikatakan muttaqin (orang yang bertaqwa), maka wujud tertingginya bukanlah semata-mata terefleksi pada pelaksanaan ibadah-ibadah mahdlah yang bersifat individual dan vertikal (hablumminallah), tetapi juga ibadah-ibadah ghairu mahdlah yang bersifat sosial dan horizontal (hablumminannas).
Kendati di Indonesia secara resmi tidak mendasarkan sistem pemerintahan dan tata aturan berbangsa dan bernegara pada agama, namun masyrakatnya memiliki kebebasan untuk memeluk agama sesuai dengan kayakinan dan kepercayaan masing-masing individu. Keutuhan sebagai satu bangsa sekalipun berbeda agama, harus senantiasa ditegakkan. Hal tersebut memperlihatkan kehidupan masyarakat yang toleransi sesuai dengan ajaran Al-Qur’an. Hal tersebut di firmankan dalam Surah Al-Baqarah (2) : 256 yang artinya :
“Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam); sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daipada jalan yang sesat. Karena itu barang siapa yang ingkar kepada Thaghut dan beriman kepada kepada Allah, maka sesungguhnya ia telah berpegang keapda bubul tali yang amat kuat yang tidak akan putus. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.”
Sehingga salah satu cara mengaktualisasikan ayat-ayat al-Qur’an melalui tafsir dalam kehidupan kontemporer ialah memupuk dan mempertahankan persatuan dan kesatuan dalam berbangsa, bernegara, beragama, serta memperat tali persaudaraan antar sesama manusia. Hal ini sejalan dengan firman Allah dalam Surah Ali Imran (3) : 103 yang artinya :
“Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa jahiliyah) bermusuh-musuhan, maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu karena nikmat Allah orang-orang yang bersaudara; dan kamu telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu, agar kamu mendapat petunjuk”.
Maka dari itu menurut penulis langkah konkret yang dapat ditempuh dalam mengaktualisasikan nilai-nilai Al-Qur’an dalam kehidupan sehari-hari di era sekarang ialah : (a) membumikan pengajian-pengajian (pendidikan) tafsir Al-Qur’an secara benar dan kaffah di setiap daerah-daerah dengan pengajar yaitu ulama-ulama yang memiliki pengalaman serta keilmuan yang tinggi. (b) Hendaknya  negara harus hadir dalam menyelesaikan persoalan perpecahan antar umat yang pada saat ini gencar diisukan, melalui Kementerian Agama ide-ide mengenai pendidikan tafsir maupun pendidikan toleransi dalam beragama harus digalakkan; (c) Lembaga Tilawatil Qur’an (LPTQ) sebagai lembaga semi pemerintah, hendaknya di era sekarang melakukan kegiatan-kegiatan mengenai penjabaran maupaun pemahaman ayat-ayat Al-Qur’an yang dikaitkan dengan aspek ekonomi, politik, sosial-kultural, dan aspek lainnya. Sehingga dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari; (d) menggalakkan pemberantasan buta aksara Al-Qur’an; (e) membuat semacam kajian untuk pembelajaran tafsir Al-Qur’an secara kreatif, inovatif, dan menyenangkan yang ditujukan kepada generasi muda. Terkhusus di lembaga-lembaga pendidikan baik lembaga pendidikan negeri, swasta maupun pesantren. Sehingga pembelajaran tafsir Al-Qur’an tidak hanya diterapkan dalam kehidupan sehari-hari, ataupun hanya sebagai ajaran doktrinal. Lebih dari itu pembelajaran tafsir Al-Qur’an dapat menjadi banteng bagi kaum muda yang hidup di zaman sekarang agar terhindar dari polusi pemikiran yang melenceng, pergaulan yang semakin kacau, pencemaran pola dan gaya hidup dari budaya luar, yang mengancam kelestarian serta kehidupan bermasyarakat di Indonesia.
Tentuya dalam menerapkan ide-ide diatas, perlulah dukungan dari masyarakat, lembaga-lembaga pendidikan yang ada di Indonesia dan pemerintah. Umat Islam hendaknya harus bekerjasama saling bahu membahu dalam menerapkan nilai-nilai yang terkandung di dalam Al-Qur’an bukan saling menyalahkan antar aliran bahkan saling mengkafirkan. Jika hal demikian terjadi, masyarakat Indonesia tidak akan pernah maju dalam pemikiran karena selalu eksklusif terhadap satu pemikiran atau pandangan tanpa melihat pandangan atau pemikiran yang lain. Eksesnya ialah generasi penerus bangsa yang dicekoki pemikiran esklusif tersebut akan menjadi generasi yang saling menyalahkan bahkan saling menghancurkan antar umat muslim lainnya atau antar umat beragama. Tentunya hal ini juga jauh dari tujuan founding father bangsa ini yang tertera dalam sila ke tiga yaitu Persatuan Indonesia. Oleh sebab itu, persatuan dan kesatuan senantiasa selalu dijunjung demi keutuhan bangsa, negara, agama dan kehidupan bermasyarakat.



Komentar

Postingan populer dari blog ini

FIQH MUAMALAH (KONSEP MUDHARABAH, MUSAQAH, MUZARA'AH & MUKHABARAH SERTA HIWALAH)

BAB I PENDAHULUAN Allah Subhanallah Wata’ala telah menjadikan manusia masing-masing berhajat kepada yang lain, supaya mereka bertolong-tolongan, tukar-menukar keperluan, dalam segala urusan kepentingan hidup masing-masing, baik dengan jalan jual beli, sewa menyewa, bercocok tanam atau perusahaan dan lain-lain. Baik dalam urusan diri sendiri maupun untuk kemslahatan umum. Dengan cara demikian hidup mayarakat menjadi teatur dan subur serta pertalian yang satu dengan yang lain menjadi teguh. Akan tetapi oleh karena sifat tamak tetap ada pada manusia, suka mementingkan diri sendiri, agar supaya hak masing-masing jang sampai sia-sia dan juga menjaga kemslahatan umum, agar pertukaran dapat berjalan dengan lancar dan teratur, maka agama memberi peraturan yang sebaik-baiknya karena dengan teraturnya muamalah penghidupan manusia menjadi terjamin sebaik-baiknya, perbantahan dan dendam mendendam tidak akan terjadi. Nasehat lukmanul hakim pada anaknya. “ hai anakku berusahalah yntuk

Resensi Buku Pintar Cewek Juara

Buku Pintar Cewek Juara How   To   Win Competitions And Be a princess on your own Penulis : Zivanna Letisha Siregar Tebal Halaman   : xv + 203 halaman Penerbit : Gagas Media Do good and feel good. Be proud of whoever you are. Be proud of everything you do. Wear your invisible crown proudly. Because you are the one and only, the beautiful you. -zivanna Letisha/ zizi- Alur cerita dalam buku ini mengulas tentang sebuah pengalaman yang pernah dilewati oleh penulis.   Dalam buku ini, penulis menjabarkan strategi untuk bergelut dalam dunia kompetisi secara rinci mulai dari menapaki anak tangga pertama hingga akhirnya berhasil sebagai pemenang. Penulis yang memiliki pengalaman dibidang model yaitu pernah mendapatkan gelar   sebagai Putri   Indonesia pada tahun 2008 ini, menggunakan bahasa yang santai yang digunakan dalam kehidupan sehari- hari dalam menyampaikan ceritanya. Seperti kata ‘nulis’ dan juga banyak kata-kata yang menggunakan bahasa asing yang tidak semua