Seluruh kertas dan buku-buku berserakan
di kamarku. Sementara waktu menunjukan pukul 03:45 pagi tugas kuliahku pun belum rampung aku
kerjakan. Seakan kasur, bantal, dan selimut memanggilku untuk berbaring sejenak
melepaskan rasa lelah yang bertumpuk dan menggunung setelah berjam- jam hanya
memandangi layar laptop yang usang. Ku matikan lampu kamar, agar tertidur lelap
dan bangun dalam keadaan segar bugar.
Cahaya matahari menyapaku masuk melalui
serat-serat horden jendela kamar. Seolah mengisyaratkan agar aku cepat bangun
dan bergegas menyelesaikan tugasku kembali. Namun, benar kata orang bahwa di
pagi hari guling dan bantal akan terlihat cantik dan ganteng seolah engggan
melepaskan diri dari pelukanku. Suara ketukan pintu berkali-kali terdengar dari
luar kamarku.
“Ra.... Ira... Bangun woy.” Terdengar
suara seorang gadis memanggilku. Ternyata itu adalah teman satu kosku si Oda.
Aku bergegas bangun dan membuka pintu. Melihat Oda dan Nur terlihat rapi dengan
kemeja putih dan rok hitam serta sepatu hitam dengan jilbab yang menutup rambut
dengan rapinya, membuatku bertanya-tanya. Mau kemana dan ada acara apa hari
ini? Apa mungkin ada acara wisuda di kampus? Ataukah mereka menjadi panitia
seminar atau mengikuti kepanitiaan kampus.
“Rapi amat sis, ada kepanitiiaan apaan
sih? Bukannya kalian anti ya sama kepanitiaan-kepanitiaan kek gitu?” tanyaku sembari mengusap-usap mata.
“Woy hari ini Agustusan neng. Kita habis ikut upacara nih tadi
sama warga sekitar di lapangan. Ni anak dibangunin dari tadi juga.” Jawab Oda
menimpali pertanyaanku.
“Sumpah hari ini tanggal 17 Agustus?
Ihhh kok gak bangunin sih.” Ujarku dengan perasaan kaget dan langsung masuk ke
kamar mengambil handuk dan menuju kamar mandi segera membersihkan diri dari
virus-virus kantuk.
Setelah selesai mandi, wangi, dan rapi
aku pun mengajak dua orang temanku untuk pergi melihat perayaan 17 Agustus yang
memang tiap tahunnya selalu di rayakan. Perayaan hari kemerdekaan ini seperti
sudah menjadi tradisi bagi bangsa Indonesia. Hari kemerdekaan merupakan momen
yang bersejarah dan momen terpenting yang selalu diingat oleh masyarakat
Indonesia. Pasalnya kemerdekaan Indonesia juga diperoleh melalui perjuangan
panjang dan perjuangan keras dari para pahlawan dalam merebut kemerdekaan dari
penjajah.
Cara merayakan kemerdekaan di Indonesia
pun beragam. Dari kecil hingga sekarang sudah berusia 20 tahun tradisi-tradisi
dalam merayakan hari kemerdekaan tiap tahunnya terbilang sama, yaitu mengadakan
sebuah perlombaan. Seperti, makan kerupuk, panjat pinang, balap karung dan
lain-lain. Setiap orang memiliki cara tersendiri dalam memaknai sebuah
kemerdekaan Rebulik Indonesia saat ini. Ada yang berkunjung ke Taman Makam
Pahlawan di Kalibata, Jakarta hanya
untuk sekedar mendoakan ataupun mengenang jasa-jasa para pahlawan bangsa ini.
Banyak sekali perlombaan yang diikuti
oleh anak- anak, muda-mudi, bapak- bapak bahakan ibu-ibu pun turut meramaikan
hari kemerdekaan Indonesia ini. Hingga pandangaku beralih pada seorang kakek
tua yang duduk sendirian di kursi yang beralaskan bambu di bawah pohon besar.
Ku hampiri kakek tersebut sembari aku berteduh, karena memang cuaca sangatlah
panas.
“Gak
ikut main balap karung neng?” tanya
kakek tersebut padaku.
“Gak
kek, saya mah gak jago kalo di suruh
ikut gituan .” jawabku sambil tersenyum ramah.
“Zaman
saya dulu gak ada perayaan kemerdekaan seperti sekarang. Zaman dulu kemerdekaan
selalu dielu-elukan dan didambakan oleh seluruh lapisan masyarakat bangsa ini.
Berharap merdeka yang berarti terlepas dari belenggu cengkraman penjajah.
Melepaskan diri dari penjajah dan menjadi negara yang mandiri dan berdaulat.
Pada saat itu merdeka merupakan sesuatu yang sakral dan penuh makna. Merdeka
merupakan tujuan hidup. Hingga zaman dulu para pendahulu kita memiliki semboyan
“Merdeka atau Mati”. Agar masyarakat Indonesia semangat dan bersatu dalam
merebut kemerdekaan bangsa ini. Dulu saya masih kecil, masih berumur 14 tahun.”
Ujar kakek disampingku yang tiba-tiba bercerita mengenai makna kemerdekaan pada
zaman masih ada penjajah.
Aku heran dan sejenak merenung tanpa
memberikan tanggapan apapun terlebih dahulu. Hanya saja pernyataan kakek
disampingku membuat keresahanku semakin menjadi-jadi. Sebenarnya apa makna
merdeka untuk zaman sekarang? zaman dimana aku dan orang-orang yang sebaya
denganku hingga memiliki predikat sebagai penerus bangsa ini. Sebenarnya apa
makna kemerdekaan secara hakiki?
Apakah kata merdeka masih memiliki nilai
yang sama dengan zaman perjuangan dahulu yang disepadankan dengan nyawa kita
sebagai taruhannya? Sebenarnya bagi siapa kemerdekaan itu diperuntukan? Siapa
sebenarnya yang berhak untuk merdeka? Apakah masih pantas jika kata merdeka
selalu kita serukan dalam kehidupan sehari-hari? Begitulah pertanyaan-pertanyaan
yang muncul dalam kepalaku ketika mengkontekskan kata merdeka pada zaman dimana
aku dan orang –orang yang katanya para kaum intelektual muda ini berpijak.
Ironinya sebelum bulan Agustus ini dirayakan,
kilas balik beberapa bulan yang lalu, banyak pemberitaan-pemberitaan yang
beredar di media masa. Terkait TKI/TKW yang ingin merubah nasibnya mencari
nafkah hingga ke luar dari negeri yang katanya subur dan makmur ini dengan
berbagai kekayaan alam didalamnya. Hanya untuk merubah nasib perekonomian
keluarganya, sebagian mereka rela menggadaikan apa yang dia miliki sebagai
modal awal untuk pergi merantau ke luar negeri.
Walhasil, memang ada yang berhasil dan
ada pula yang hanya sekedar menjadi gundik majikannya yang menuruti segala
macam permintaan seorang majikan. Mulai dari penganiayaan hingga kasus
kekerasaan seksual yang dialami oleh para TKI/TKW. Belum lagi cerita mengenai
masyarakat yang lahan tempat penghidupan mereka di rampas dan akan di bangun
sebuah pabrik- pabrik yang hanya akan memberikan limbah kepada masyarakat
kecil. Apakah ini arti kemerdekaan yang
sebenarnya untuk mereka?
Kemudian, permasalahan mengenai
pendidikan yang tidak merata, pendidikan yang hanya dimiliki oleh kaum-kaum
borjuis. Dimana jantung anak-anak yang masih sekolah harus berdegup keras
karena ancaman tidak bisa ikut ujian senantiasa datang, apabila terlambat
membayar uang iuran maupun spp kala itu. Mengapa demikian? Karena mereka adalah
masyarakat yang tergolong kaum proletar. Apakah ini arti kata merdeka untuk
mereka?
“Neng?”
Aku terperanjat mendengar panggilan
kakek disampingku sambil tangannya menepuk bahuku. Semua kata-kata dan analisis
dalam otakku hilang dalam sekejap. Namun, apakah benar negara kita sudah
merdeka? Aku hanya bisa terdiam, sambil kembali mendengar kakek disampingku
bercerita.
“ Pernah baca buku Tan Malaka, judulnya
Merdeka 100% ?” tanya kakek itu padaku dengan wajah yang serius menatapku, bak
akan menceritakan isi buku tersebut padaku. Namun, apa yang ditanyakan oleh
kakek tersebut aku pun tidak tahu siapa itu Tan Malaka. Jangankan isinya ,
judul bukunya saja baru aku dengar dari kakek ini. Aku hanya bisa tersenyum dan
menggelengkan kepala.
“ Baik kalo begitu akan saya sampaikan
point-point nya saja kepada neng.
Dalam buku Merdeka 100 % mengandung tiga unsur tulisan Tan Malaka yang berkitan
dengan politik, rencana ekonomi berjuang, dan muslihat. Dalam buku tersebut
terutama pada bab politik, Tan bercerita mengenai percakapan kelima orang
sahabat yaitu MR.APAL (wakil kaum inteligensia), SI TOKE (wakil pedagang kelas menengah), SI PACUL (wakil kaum tani), DENMAS (wakil kaum ningrat), dan si GODAM (wakil buruh besi). Kelima orang tersebut
membahas mengenai artinya kemerdekaan dan membahas bagaiamana bentuk untuk
negara ini yang bisa menjamin kemerdekaan.” Jelas kakek ini sambil mengelap
keringat dikeningnya. Kemudian lanjut bercerita kembali menyoal arti merdeka.
“Merdeka 100 % menurut Tan adalah ketika ekonomi dan politik berada
ditangan rakyat Indonesia sendiri, bukan berada pada bangsa lain. Kemerdekaan 100
% sejatinya adalah kemerdekaan milik rakyat dalam hal ini kaum proletar, bukan
milik kaum-kaum elit. Hari ini, harus kita akui bahwa kekuasaan beralih,
berpindah tangan, kemerdekaan masihlah dimiliki oleh kaum elit dan penguasa. Tingkat
ke-aku-an dalam diri masing-masing individu yang ingin menjadi penguasa di
negeri ini semakin menjadi-jadi. Kalianlah generasi penerus bangsa yang
nantinya tidak hanya memikirkan perut sendiri, namun juga memikirkan perut-perut
orang-orang yang berhak mendapatkan kemerdekaan secara utuh.” Jelas kakek ini
sambil memasang kembali kopiah lusuhnya yang sempat diambil untuk mengelap
keringat dikeningnya.
Aku hanya terdiam dan merenungkan semua yang disampaikan oleh kakek
tersebut. Apakah benar negara ini belum merdeka 100 % ? Sungguh egois sejatinya
orang yang telah di beri amanah oleh rakyat sebagai pemangku kekuasaan yang
diharapkan dapat mensejahterakan rakyat dan memerdekakan rakyat yang saat ini
masih menderita, malah asyik memerdekakan diri sendiri dengan cara memperkaya
diri sendiri. Tak pantas rasanya disebut sebagai wakil rakyat. Apa hakikat
wakil rakyat? Mendengarakan, menyalurkan serta membuat perubahan yang baik demi
rakyat. Apakah sudah terlaksana atau hanya sebuah proker belaka.
“ Uhuk...uhuk..., saya masuk dulu ya neng,
debunya banyak sekali. Semoga apa yang saya sampaikan bermanfaat untuk neng dikemudian hari.”
“ Iya kek, terimakasih atas penjelasannya.“ Kakek itu pun lekas pergi
dengan keadaan batuk- batuk akibat debu yang bertebaran.
Hari pun sudah mulai sore, waktnya untuk kembali ke kos dan mengkaji apa
yang telah disampaikan kakek tersebut. Ke-aku-an dalam diri manusia memanglah
sifat negatif yang susah untuk dihilangkan. Bagaimana bisa seseorang yang bukan
saudara memikirkan nasib orang lain. Memikirkan nasib sendiri saja sudah susah
payah. Keegoisan seperti inilah yang perlahan harus dihilangkan agar semua
rakyat Indonesia baik berbeda suku, agama, ras, adat istiadat bisa saling melengkapi dan terjalin dengan
baik.
Mungkin menurutku merdeka adalah apabila kita dapat menjalankan apa-apa
yang menjadi tanggung jawab kita dan hak kita sesuai dengan koridor ketentuan
norma atau aturan dalam kehidupan sehari-hari. Nilai-nilai perjuangan para
pendahulu kita harus terinternalisasi dengan baik dalam diri kita. Jangan hanya
menganggap bahwa momen perayaan hari kemerdekaan hanya sekedar tradisi tiap
tahun saja dan megabaikan arti merdeka sutuhnya. (umisholehah)
Komentar
Posting Komentar